
Terlepas dari cerita mistis dan legenda di masyarakat setempat, kawasan Gunung Besar merupakan kawasan potensial untuk wisata, karena itulah Pemkab Hulu Sungai Tengah (HST) Propinsi Kalimantan Selatan, Gunung Besar diproyeksikan menjadi objek wisata andalan khususnya wisata petualangan karena kawasan gunung ini sebagian besar masih diselimuti hutan thropis yang masih perawan dengan pohon-pohon besarnya sehingga tidak jarang dikawasan ini kaya dengan keanekaragaman hayati, bermacam-macam tumbuhan-tumbuhan dan satwa langka, seperti Anggrek Hitam, Anggrek Bulan, Kijang Emas, Sepindan Kalimantan (Lophora Bulweri), dsbnya.
 Secara  geografis Gunung Besar yang merupakan puncak tertinggi dari  Pegunungan  Meratus yang memiliki ketinggian 1.892 meter dari permukaan  laut (mdpl)  ini masuk wilayah Kabupaten HST, namun jika sedikit ke arah  Tenggara  sudah masuk wilayah Kabupaten Kotabaru.
Sebagai gunung tertinggi di  Kalimantan Selatan, Gunung Besar memang  memiliki arti tersendiri bukan  saja karena sumber daya alamnya  memberikan penghidupan bagi penduduk  setempat namun juga gunung ini  masih menyimpan banyak misteri.
Dahulu  kala masyarakat Dayak Meratus dikenal sakti mandraguna dalam  ilmu gaib  yang mereka dapat dari tempat pertapaan / semedi di  Pegunungan Meratus.  Salah satu pertapa itu adalah Datu Ayuh ( Dayuhan).  Datu Ayuh mengenal  keadaan Pegunungan Meratus baik di alam persemedian  ( alam gaib ) maupun  dunia nyata. Salah satu tempat persemedian yang  sering dipakai untuk  bertapa adalah Gunung Besar atau Gunung Bantai  (besar = bantai, bhs  setempat), Datu Ayuh ini pula-lah yang menurunkan  ajaran kepercayaan  Hindu Kaharingan pada keturunannya yaitu masyarakat  Dayak Meratus.
Datu  Ayuh menitipkan pesan kepada semua keturunannya bahwa Gunung Besar   merupakan pusat penyangga sumber mata air yang tidak boleh diganggu   kelestariannya. Jika kawasan tersebut digarap, maka air dalam gunung   tersebut akan bobol akibatnya delapan kabupaten di Propinsi Kalimantan   Selatan seperti, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Hulu   Sungai Utara, Balangan, Tapin, Tabalong, Tanah Laut dan Kotabaru  bahkan  Kabupaten Pasir di Propinsi Kalimantan Timur akan tenggelam,  karena  pusat penyangga air sudah tidak ada lagi.
Menurut kepercayaan warga  Dayak Meratus, sebagai penjaga gaib Gunung  Besar, Datu Ayuh bersumpah,  bagi siapa saja yang merusak kawasan Gunung  Besar atau kawasan  Pegunungan Meratus akan mendapat ganjaran sesuai  perjanjian dengan sang  agung “Nining Bahatara” (Sang Pencipta).
Entah mengapa masyarakat  Dayak Meratus lebih sering menyebut Gunung  Besar dengan sebutan Gunung  Halau-Halau. Nama Halau-Halau ada yang  mengkaitkan dengan cerita roh  orang yang mati.
Konon, masyarakat setempat percaya bahwa siapa saja  yang menganut ilmu  hitam ketika mati, rohnya akan dipanggil atau  “dihalau” oleh Datu Ayuh  untuk dikumpulkan kemudian dikurung di Gunung  tersebut agar tidak  mengganggu manusia.
Bagi masyarakat Dayak Meratus  yang bermukim di kawasan Pegunungan  Meratus, mereka sangat percaya  bahwa semua pohon-pohon besar, batu-batu  besar, maupun sungai yang ada  di kawasan Gunung yang dikeramatkan itu  ada “ penunggunya“ (makhluk  halus), sehingga apabila mereka mau  menebang pohon, atau membuka areal  baru untuk bercocok tanam terlebih  dahulu mereka harus meminta izin dan  mengadakan upacara adat sampai  tiga hari tiga malam menurut adat  kepercayaan yang mereka anut. Maksud  diadakannya ritual ini agar para  leluhur mereka dan Sang Pencipta  merestui maksud mereka sehingga  dikemudian hari mereka serta anak  cucunya selalu mendapat berkah dan  tidak diganggu para “ mahluk halus“
Para pendaki gunung di Kalimantan  selatan juga mengakui Gunung Besar  banyak memiliki tempat-tempat angker  dan aneh. Jadi jika kita ingin  mendaki gunung itu tentu ada pantangan  yang harus kita patuhi  diantaranya yaitu jangan sekali-kali mengusik apa  saja yang ada  disekitar gunung itu dan dilarang bercanda yang kelewatan  atau  mengeluarkan kata-kata kotor serta takabur apalagi berbuat yang  tidak  senonoh, dan bila kita melanggaranya maka jaminannya paling tidak   adalah tersesat (masuk alam gaib). Kalau sudah terjadi demikian maka   sangat sulit untuk mengatasinya karena harus mengadakan upacara ritual   yang melibatkan tokoh-tokoh adat Dayak Meratus yang bermukim dikawasan   itu.
Biasanya orang yang tersesat dikawasan Gunung Besar itu  ditemukan  setelah satu hari satu malam bahkan ada pula berhari-hari baru   ditemukan dan tidak jarang sudah menjadi mayat. Larangan ini berlaku   bagi siapa saja, tidak perduli apakah ia warga masyarakat setempat   ataupun masyarakat luar.
Bila kita berada dipuncak Gunung Besar, maka  hendaknya jangan terlalu  lama usahakan segera mungkin untuk turun  kembali. Apabila kita tidak  ingin mengalami hal-hal yang aneh jangan  sampai turun dari puncak  terlalu sore (hampir magrib). Karena apabila  menuruni puncak terlalu  sore, salah satu keanehan yang akan dialami  yaitu dibelakang kita akan  terdengar suara langkah kaki tanpa wujud yang  selalu mengikuti kita.  Keanehan lainnya akan ditemui apabila  mengucapkan kata-kata porno atau  kotor dikawasan Gunung Besar,spontan  mulut kita seperti ada yang  memukul.
Masyarakat setempat memang  melarang para pendaki untuk turun dari  puncak terlalu sore, selain  berbahaya dikhawatirkan juga akan mengalami  hal-hal yang tidak masuk  akal, karena menurut kepercayaan mereka Datu  Ayuh sangat benci melihat  orang masih keluyuran pada saat menjelang  magrib dan bertingkah  macam-macam.
Meskipun Gunung Besar menyimpan sejuta misteri, namun  pesona  keindahannya selalu mengundang orang untuk kesana, apakah untuk   kegiatan ilmiah (riset) mapun hanya untuk berpetualang.
 
